Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arkeologi, Jembatan Masa Lalu

Kompas.com - 14/01/2009, 23:43 WIB

Oleh
Amir Sodikin

Kasus perusakan situs Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, telah menyayat hati para arkeolog. Dari kasus itu, kita baru tersadar kalau arkeologi sudah dipinggirkan, ditinggalkan generasi muda, dan sistem masyarakat kita sudah abai terhadap masa lalu.

Bagi para arkeolog, artefak atau benda-benda arkeologi peninggalan masa lalu bukanlah seonggok materi yang bisu. Dari artefak, kita bisa ”terhubung” ke masa lalu Nusantara. Karena itu, tak sembarang orang bisa menyentuh, memindahkan, apalagi menggali situs arkeologi.

Lewat keterampilan para arkeolog, identitas atau jati diri kita bisa diungkap. Begitu besar peran arkeolog dalam memastikan ”kita ini sebagai bangsa apa”, tetapi begitu rendah kita memberi penghargaan kepada ilmu mereka.

”Hasil penelitian arkeologi bukan sekadar rekomendasi pariwisata. Arkeologi bisa menentukan identitas kebangsaan kita, bahkan arkeologi bisa mengubah sejarah,” kata arkeolog Bambang Budi Utomo yang ditemui Senin (12/1) di Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Jakarta.

Bambang dikenal sebagai arkeolog yang meneliti berbagai situs di Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan juga Semenanjung Tanah Melayu, seperti di Malaysia dan Thailand selatan. Ia menggeluti sejarah Sriwijaya sekaligus menekuni sejarah Hindu-Buddha di Nusantara.

Sejak menggeluti arkeologi tahun 1975, hingga 2007 dia telah meneliti sekurangnya 66 situs peninggalan arkeologi.

Salah satu penelitiannya mengungkap penemuan candi dan permukiman di wilayah Sumsel dan Jambi yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-8 sampai ke-12 Masehi. Publikasinya tentang Sriwijaya dan Hindu-Buddha menjadi pengimbang dari wacana yang ”Majapahit centris”.

Jika mau ”membaca” masa lalu, kita akan terkejut karena keperkasaan masa lalu kita bukan hanya di era Majapahit atau Sriwijaya. Artefak yang ditemukan bisa membukakan mata bahwa kita punya pengaruh kuat pada masa lalu, tidak hanya di luasnya jajahan, tetapi juga di bidang seni.

”Hal yang sering dilupakan adalah peran Sailendra pada abad ke-8 dan ke-9. Pengaruhnya besar di pengembangan seni. Pada abad itu, muncul gaya seni Sailendra yang bisa ditemukan mulai dari Jawa, Sumatera, hingga Thailand selatan,” kata Bambang.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau